Keterbatasan Ilmu
Keterbatasan Ilmu
~ Ven. Sri Dhammananda
Seringkali seseorang mendengar begitu banyak tentang sains dan apa yang dapat dilakukannya, dan begitu sedikit tentang apa yang tidak dapat dilakukannya. Pengetahuan ilmiah terbatas pada data yang diterima melalui alat indera. Itu tidak mengenali realitas yang melampaui data indera. Kebenaran ilmiah dibangun di atas pengamatan logis dari data indra yang terus berubah. Oleh karena itu, kebenaran ilmiah adalah kebenaran relatif yang tidak dimaksudkan untuk bertahan dalam ujian waktu. Dan seorang ilmuwan, menyadari fakta ini, selalu berkeinginan untuk membuang sebuah teori jika bisa diganti dengan yang lebih baik.
Ilmu pengetahuan mencoba untuk memahami dunia luar dan baru saja menggores permukaan dunia batin manusia. Bahkan ilmu psikologi belum benar-benar memahami penyebab yang mendasari keresahan mental manusia. Ketika seseorang frustrasi dan muak dengan kehidupan, dan dunia batinnya dipenuhi dengan gangguan dan keresahan, sains saat ini sangat tidak siap untuk membantunya. Ilmu-ilmu sosial yang melayani lingkungan manusia dapat memberinya kebahagiaan sampai tingkat tertentu. Tetapi tidak seperti hewan, manusia membutuhkan lebih dari sekadar kenyamanan fisik dan membutuhkan bantuan untuk mengatasi frustrasi dan kesengsaraannya yang muncul dari pengalaman sehari-hari.
Saat ini begitu banyak orang yang dilanda ketakutan, kegelisahan, dan ketidakamanan. Namun sains gagal membantu mereka. Sains tidak mampu mengajari orang awam untuk mengendalikan pikirannya ketika dia didorong oleh sifat hewani yang membara di dalam dirinya.
Bisakah sains membuat manusia menjadi lebih baik? Jika bisa, mengapa tindak kekerasan dan praktik asusila marak terjadi di negara-negara yang ilmu pengetahuannya begitu maju? Bukankah adil untuk mengatakan bahwa terlepas dari semua kemajuan ilmiah yang dicapai dan manfaat yang diberikan kepada manusia, ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak mengubah batiniah manusia: ia hanya meningkatkan perasaan ketergantungan dan kekurangan manusia? Selain kegagalannya untuk membawa keamanan bagi umat manusia, sains juga membuat setiap orang merasa lebih tidak aman dan mengancam dunia dengan kemungkinan kehancuran besar.
Sains tidak mampu memberikan tujuan hidup yang bermakna. Itu tidak dapat memberi manusia alasan yang jelas untuk hidup. Faktanya, sains sepenuhnya bersifat sekuler dan tidak peduli dengan tujuan spiritual manusia. Materialisme yang melekat dalam pemikiran ilmiah mengingkari tujuan jiwa yang lebih tinggi daripada kepuasan material. Dengan teori selektif dan kebenaran relatifnya, sains mengabaikan beberapa masalah paling esensial dan meninggalkan banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Misalnya, ketika ditanya mengapa ada ketidak setaraan yang besar di antara manusia, tidak ada penjelasan ilmiah yang dapat diberikan untuk pertanyaan semacam itu yang berada di luar batas sempitnya.
Comments
Post a Comment