Cara Hidup Buddhis bagi Perumah Tangga
Cara Hidup Buddhis bagi Perumah Tangga
~ Ven. Dr. Sri Dhammananda
Sang Buddha menganggap kesejahteraan ekonomi sebagai syarat untuk kebahagiaan manusia, tetapi yang dibarengi perkembangan moral dan spiritual untuk kehidupan yang bahagia, damai dan puas.
Seorang pria bernama Dighajanu pernah mengunjungi Sang Buddha dan berkata, 'Yang Mulia, kami adalah umat awam biasa, menjalani kehidupan keluarga dengan istri dan anak-anak. Akankah Yang Terberkahi mengajarkan kita beberapa doktrin yang akan mendukung kebahagiaan kita di dunia dan akhirat?
Sang Buddha memberitahunya bahwa ada empat hal yang mendukung kebahagiaan manusia di dunia ini.
Pertama: dia harus terampil, efisien, sungguh-sungguh, dan bersemangat dalam profesi apa pun yang dia geluti, dan dia harus mengetahuinya dengan baik (utthana-sampada);
Kedua: dia harus melindungi penghasilannya, yang telah dia peroleh dengan benar, dengan keringat di keningnya (arakkha-sampada);
Ketiga: dia harus memiliki teman baik (kalyana-mitta) yang setia, terpelajar, bajik, murah hati dan cerdas, yang akan membantunya di jalan yang benar menjauhi kejahatan;
Keempat: dia harus membelanjakan secara wajar, sebanding dengan pendapatannya, tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, yaitu, dia tidak boleh menimbun kekayaan dengan serakah atau boros? dengan kata lain ia harus hidup sesuai kemampuannya (sama-jivikata).
Kemudian Sang Buddha membabarkan empat kebajikan yang mendukung kebahagiaan umat awam dunia dan akhirat:
(1) Saddha: ia harus memiliki keyakinan dan keyakinan pada nilai-nilai moral, spiritual, dan intelektual;
(2) Sila: dia harus menghindari menghancurkan dan merusak kehidupan, dari mencuri dan menipu, dari perzinahan, dari kepalsuan, dan dari minuman yang memabukkan;
(3) Caga: ia harus mempraktikkan kedermawanan, kemurahan hati, tanpa kemelekatan dan keinginan akan kekayaannya;
(4) Panna: ia harus mengembangkan kebijaksanaan yang mengarah pada penghancuran penderitaan sepenuhnya, menuju realisasi Nibbana
Kadang-kadang Sang Buddha bahkan merinci tentang menyimpan uang dan membelanjakannya, seperti, misalnya, ketika Beliau mengatakan kepada pemuda Sigala bahwa ia harus membelanjakan seperempat dari pendapatannya untuk pengeluaran sehari-hari, menginvestasikan setengahnya dalam bisnisnya dan menyisihkan seperempatnya. Untuk keadaan darurat apa pun.
Suatu kali Sang Buddha memberi tahu Anathapindika, bankir besar, salah satu murid awam-Nya yang paling berbakti yang mendirikan Vihara Jetavana di Savatthi untuk-Nya, bahwa seorang umat awam yang menjalani kehidupan keluarga biasa memiliki empat jenis kebahagiaan. Kebahagiaan pertama adalah menikmati keamanan ekonomi atau kekayaan yang cukup yang diperoleh dengan cara yang adil dan benar (atthi-sukha); yang kedua membelanjakan kekayaan itu secara bebas untuk dirinya sendiri, keluarganya, teman-temannya dan kerabatnya, dan untuk perbuatan perbuatan baik (bhogo-sukha); yang ketiga terbebas dari hutang (anana-sukha); kebahagiaan keempat adalah menjalani kehidupan tanpa cela, dan murni tanpa melakukan kejahatan dalam pikiran, perkataan, atau perbuatan (anavajja-sukha).
Harus dicatat di sini bahwa tiga yang pertama adalah kebahagiaan ekonomi material dan yang terakhir adalah kebahagiaan spiritual yang muncul dari kehidupan yang baik dan tanpa cela.
Dari beberapa contoh yang diberikan di atas, dapat dilihat bahwa Sang Buddha menganggap kesejahteraan ekonomi sebagai syarat untuk kebahagiaan manusia, tetapi Beliau tidak mengakui kemajuan sebagai nyata dan benar jika 8hanya bersifat materi, tanpa landasan spiritual dan moral. Sambil mendorong kemajuan materi, ajaran Buddha selalu menekankan pada pengembangan karakter moral dan spiritual untuk masyarakat yang bahagia, damai, dan puas.
Banyak orang berpikir bahwa untuk menjadi seorang Buddhis yang baik, seseorang harus sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan materialistis. Ini tidak benar. Apa yang Buddha ajarkan adalah bahwa sementara kita dapat menikmati kenyamanan material tanpa menjadi berlebihan, kita juga harus dengan hati-hati mengembangkan aspek spiritual kehidupan kita. Meskipun kita dapat menikmati kenikmatan indria sebagai umat awam, kita tidak boleh terlalu terikat pada kenikmatan indria sampai menghambat kemajuan spiritual kita. Ajaran Buddha menekankan perlunya Seseorang mengikuti Jalan Tengah.
Comments
Post a Comment