Signifikansi Religius Puasa

 Signifikansi Religius Puasa

 ~ Ven. Dr. Sri Dhammananda


Banyak orang di dunia menghadapi kematian sebelum waktunya karena makan berlebihan.

 

Dalam Buddhisme, puasa diakui sebagai salah satu metode untuk melatih pengendalian diri. Sang Buddha menasihati para bhikkhu untuk tidak makan makanan padat setelah tengah hari. Umat ​​awam yang menjalankan delapan Sila pada hari bulan purnama juga tidak makan makanan padat setelah tengah hari.


Kritikus terkadang menganggap praktik ini sebagai mode religius. Tetapi sebenarnya itu bukan mode agama tetapi praktik berdasarkan wawasan moral dan psikologis.

 

Dalam Buddhisme, puasa adalah tahap awal disiplin diri untuk memperoleh pengendalian diri. Di setiap agama, ada sistem puasa. Dengan berpuasa dan mengorbankan makanan sekali sehari atau selama periode tertentu, kita dapat menyumbangkan makanan kita kepada mereka yang kelaparan atau yang bahkan tidak memiliki makanan yang layak setiap hari.


'Seseorang yang makan terlalu banyak', tulis Leo Tolstoy, 'tidak dapat melawan kemalasan, sementara orang yang rakus dan pemalas tidak akan pernah bisa melawan nafsu seksual. Karena itu, menurut semua ajaran moral, upaya pengendalian diri dimulai dengan perjuangan melawan nafsu kerakusan;  Dimulai dengan puasa sebagaimana syarat pertama dari kehidupan yang baik adalah pengendalian diri, demikian pula syarat pertama dari kehidupan pengendalian diri adalah puasa.'

 

Orang bijak di berbagai negara yang mempraktikkan pengendalian diri memulai dengan sistem puasa yang diatur dan berhasil mencapai ketinggian spiritualitas yang luar biasa. Seorang pertapa ditendang dan disiksa, kemudian tangan dan kakinya dipotong atas perintah seorang raja gagah. Tetapi pertapa itu, menurut cerita Buddhis, menanggung siksaan itu dengan keseimbangan batin dan tanpa sedikit pun kemarahan atau kebencian. Orang-orang religius seperti itu telah mengembangkan kekuatan mental mereka dengan menahan diri dari pemanjaan indria.

Kalau menurut saya

  • Untuk apa puasa?

Semua tradisi agama selalu ada control makanan dengan puasa bagaimanapun caranya.

Untuk control diri, control asupan nutisi. Agar tubuh nggak chaos (kacau). Penting untuk sadar energy akan di investasikan kemana. Energy harian yang dihasilkan terbatas. 30-40% energy diserap otak apalagi bila overthinking. Makanya kalau overthinking makin laper pengen ngemil. 40% lagi untuk pencernaan makanya kalau habis makan ngantuk apalagi kalau makannya terlalu banyak karena yang untuk otak sebagian dialihkan untuk pencernaan, saving energy. Sisanya hanya 20% dibagi untuk organ lainnya jantung, paru, dll. Jadi kalau kita less eat ya organ tubuhnya lebih mendapatkan energy. Lebih bagus kan untuk organ

Orang puasa tambah sakit karena alasannya nggak jelas. Bukan sebagaimana agar bisa mensyukuri kehidupan, mencintai tubuh karena tak ada yang mencintai tubuh kita selain kita sendiri. Karena saat waktu kita untuk makan otak berpikir wah abis gini mau makan biar bisa puasanya nutup tak makan lebih banyak, biar nggak laper. Ini adalah mental kekurangan. Padahal tubuh ini pintar nggak akan kekurangan energy bila tidak makan. Masih bisa mengurai lemak untuk dibuat energy, masih bisa mengurai bibit sel kanker (sel yang pembelahannya salah). Tapi berhubung otak yang tau wah ini seharusnya jam makan kenapa nggak makan akhirnya lapar. Gini pernah tidak ya. Saking asiknya mengerjakan sesuatu melewatkan jam makan? Saat itu kan perut tidak lapar karena asik melakukan sesuatu dan baik-baik saja kan. Asam lambung naik saat puasa itu juga karena otak kita berpikir wah ini jam makan harusnya makan. Makanya tubuh mengeluarkan asam lambung berlebih untuk mencegah biar tidak kelaparan. Sehingga kalau puasanya terpaksa bisa lapar dan tubuh jadi makin nggak karuan. Puasa ini adalah sarana agar lebih mengenal diri, bentuk pengendalian diri juga. BIla kita mengenali oh ternyata kita masih ada stage kekurangan masuklah ke dalam diri sendiri, sadari bahwa ini akan baik-baik saja

Kalau orang berkesadaran saat makan ini baik nggak untuk tubuh jadi you are what you eat. Bukan makanan fisik aja. Termasuk makanan pikiran. Kalau keseringan menonton film perselingkuhan ya bisa jadi kita diselingkuhi atau ikutan ingin selingkuh. Makanya saat puasa biasanya bukan puasa fisik aja namun ada pantangnya. Pantang dari kebiasaan tertentu.


Comments

Popular posts from this blog

HO’OPONOPONO

Antologi Memilih Bertahan

MANGALA SUTTA, Sutra Tentang Berkah Utama (3)